"Barang siapa yang mempelajari Al Quran di usia dini, maka Allah akan mencampurkannya dalam daging dan darahnya" (HR. Bukhari)

Kamis, 06 September 2012

bermimpilah..!

Sudah menjadi fitrah, setiap manusia menginginkan sesuatu yang pasti berbeda satu dengan yang lain. Dengan keinginan-keinginan itulah yang menjadikan manusia sanggup berkorban harta bahkan jiwa demi meraih keinginan tersebut. Dan orang-orang yang mempunyai cita-cita yang kuat maka hidupnya akan terarah, tidak asal hidup dan tidak asal jalan.

 Salim A.Fillah mengatakan dalam bukunya Jalan Cinta Para Pejuang, “Cita-cita adalah mimpi yang tertanggal maka sebelum ada tanggalnya, semua cita-cita itu akan saya sebut mimpi”.
 
Ya, mimpi semacam ini bisa saja masuk ke dalam tidur bisa juga tidak. Adakalanya, karena kuatnya harapan dan keyakinan kita apa yang diinginkan, semua itu lalu masuk ke dalam tidur. Ia menjadi mimpi dalam arti sesungguhnya. Tak hanya menguasai alam nyata sang pemimpi, ia juga merasuk memberi ruh pada dunia khayalnya. Maka mimpi adalah anugrah yang tak terbatas. 
 
Mimpi adalah bagian terindah dan terendah dari visi, jika kita hendak menaikkannya satu asas, jadikanlah ia cita-cita. Bagaimana caranya? Sematkan saja sebuah tanggal padanya, karena cita-cita adalah mimpi yang tertanggal. Cita-cita adalah mimpi yang telah kita tentukan waktu kita mewujudkannya. 
 
Theodor Hertz di tahun 1988 mengubah mimpinya sebuah cita-cita. Katanya, “Hari ini ku proklamirkan Negara yahudi raya di Palestina. Hari ini memang sangat pantas aku ditertawakan, tapi selambat-selambatnya 50 tahun lagi, aku yakin bahwa mereka yang mengabdi untuk Zionisme-lah yang akan tertawa”. Meski jahat, mimpinya benar. Meski kejam, cita-citanya terbukti dan Israel berdiri di tahun 1948.
 
Ya, seorang pemimpi hanya bisa dihadapi oleh pemimpin yang lain. Maka 
protagonis kisah Hertz dan Zionisme-nya adalah Ahmad Yasin dan Hamas-nya. Seorang pemuda biasa yang bermimpi melawan kedzaliman yang mencakar koyak wajah bumi para nabi, tanah kelahirannya. Sejak pertengahan abad lalu sampi saat ini, mimpi Ahmad Yasin dan hamas tetap menegakkan bulu roma hingga tawa para Zionis tak terlalu menganga.
 
Sosok pemimpi yang lain adalah khalifah Umar bin Abdul Aziz. Ia telah memimpikan dirinya untuk menjadi seorang pemimpin Negara dan akhirnya impiannya tercapai juga.
 
Demikian pula pemimpin Negara yang bernama Abraham Lincoln. Ia menjadi presiden Amerika di usianya yang ke empat puluh tahun setelah ia mencita-citakan di masa mudanya.
 
Pembaca yang budiman, kalau kita belum berani bermimpi dan pesimis, coba kita buka kembali novel Laskar pelangi. Andre Hirata mengatakan,”Bagaimanapun terbatas keadaanya, setiap orang berhak memiliki cita-cita dan keinginan yang kuat untuk mencapai cita-cita ….”.
Seorang Hasan Al Banna mengatakan, “Mimpi hari ini adalah kenyataan hari esok.”
 
Perlu diingat juga, saat kita menentukan sebuah mimpi, sewajarnya kita berpikir realistis. Keputusannya selalu berdasarkan data-data dan kamampuan, bukan ilusi dan khayalan. Ketika menatap langit jangan pernah lupa bahwa kita masih ada di bumi.
 
Muslim yang realistis adalah mereka yang memiliki cita-cita yang tinggi. Cita-cita yang mulia lagi besar. Mereka inilah generasi yang berfikir visioner, memiliki pandangan yang jauh ke depan, namun ia pun siap menghadapi berbagai ombak yang setiap saat datang menerjang.
 
Akhir kata, selamat bermimpi….
Rudy hartanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar